Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2025

Essay : Hustle Culture

Ketika kita scroll TikTok atau Instagram terus nemu video yang isinya orang bangun jam 4 pagi, olahraga, kerja dari pagi sampai malam, minum kopi tanpa henti, terus bilang “inilah cara menuju kesuksesan”? awalnya saya nonton sambil manggut-manggut, semacam termotivasi. Tapi lama-lama kok saya malah ngerasa capek ya? Kayak... apakah hidup harus sesibuk itu biar dianggap produktif? Sebagai mahasiswa, saya cukup sering ngerasa terbebani sama standar-standar produktivitas yang nggak masuk akal. Di grup WhatsApp kelas, misalnya, kalau ada yang update tugas jam 2 pagi, ada yang langsung bilang “wah keren banget, semangat ya”. Padahal, dalam hati saya mikir, “Keren dari mananya? dia ngorbanin tidur loh.” Saya jadi inget momen di mana saya menunda makan atau istirahat hanya untuk mengerjakan tugas. Menunda makan, menunda istirahat, semua demi dianggap ‘anak rajin’. Makin ke sini, istilah “tidur 4 jam demi sukses” atau “kerja keras dulu, healing nanti” tuh udah jadi mantra. Kayak semacam budaya...

Opini : Apakah overthinking bentuk kepedulian atau justru penghambat?

Saya tidak tahu pasti sejak kapan saya mulai menyadari bahwa saya seorang overthinker. Malam itu, saya duduk termenung di atas kasur, di kamar kos yang ukurannya pas-pasan, sambil menatap kipas angin yang berputar. Sejujurnya saya tidak sedang kelelahan, tapi kepala saya terasa penuh. Akhir-akhir ini saya jadi sering mempertanyakan semuanya. Apakah saya cukup baik? apakah saya salah bicara? apakah saya terlalu diam? apakah nilai saya cukup? apakah saya sedang membuat orang lain tidak nyaman? hal-hal seperti itu, muncul tanpa aba-aba, apalagi alasan yang jelas. Dan lucunya, pertanyaan-pertanyaan itu kadang muncul saat saya baru mau tidur, atau saat sendirian di kamar kos. Sebagian orang menyebut ini overthinking. Lalu saya jadi berpikir, apakah ini bentuk kepedulian saya terhadap situasi sosial? atau justru ini adalah penghambat yang bikin saya stuck di tempat? Overthinking bukan hal asing di kalangan mahasiswa. Mungkin karena tuntutan akademik, tuntutan pergaulan, dan tuntutan dari dir...

Catatan Perjalanan : Tanjung Pinang dan Pulau Penyengat

 Sebuah mobil berukuran sedang berhenti tepat dihalaman rumah yang bercat orange, saya dan ibu saya segera menaiki mobil itu. Sebelum berangkat saya dan ibu saya berpamitan kepada Ayah dan dua adik laki-laki saya yang tidak bisa ikut kami berdua. Tujuan saya dan ibu saya pada saat itu adalah pergi ke pelabuhan yang ada di Batam, kami akan menuju Kota Tanjung Pinang. "Kalo boleh tau mau ngapain ke pelabuhan Bu?" tanya sopir itu ke ibu saya yang kemudian langsung dijawab oleh ibu saya "mau ngantarin anak saya mau ikut tes masuk perguruan tinggi (UTBK)"  Dari basa basi tersebut, obrolan antara ibu saya dengan sopir itu mulai berlanjut, mulai dari sopir itu yang menceritakan pengalamannya kuliahnya, dilanjut oleh ibu saya yang juga menceritakan cita-cita masa lalunya, entahlah. Saya tidak terlalu peduli dengan percakapan itu karena fokus pikiran saya adalah "lolos UTBK gak ya?" itu, hanya itu. Singkat cerita, kami sampai di pelabuhan dan sopir itu sempat mendo...

Plotnya pelan tapi mematikan—Review jujur Catatan Pembunuhan Sang Novelis

 Buku yang ingin saya bahas kali ini adalah sebuah novel terjemahan Jepang berjudul "Catatan Pembunuhanan Sang Novelis" karya Keigo Higashino. Keigo Higashino adalah salah satu penulis novel misteri terkenal asal Jepang. Lahir pada tahun 1958, Keigo dikenal luas berkat karya-karyanya yang cerdas dan penuh teka-teki, yang sering menggabungkan psikologi dan plot yang rumit. Catatan Pembunuhan Sang Novelis adalah salah satu karyanya yang menampilkan sisi unik dari profesi penulis sekaligus kisah pembunuhan penuh. Saya sangat menyukai novel-novel karya Keigo Higashino, selain novel "Catatan Pembunuhanan Sang Novelis" karya lain Keigo Higashino yang sudah saya baca ada "Toko Kelontong Namiya" dan "Pembunuhan di Nihonbasi." Alasan saya menyukai karya-karya dari Keigo karena beliau menyuguhkan novel yang membuat kita sebagai pembaca harus bertindak seakan detektif yang harus memecahkan jalan keluar dari tokoh dalam ceritanya. Cerita ini menceritakan ten...

Pendapat saya setelah nonton film Qodrat 2 : ini bukan sekadar film horor biasa

Minggu, 6 April 2025. Saya dan beberapa teman saya pergi ke salah satu bioskop, di sana kami memutuskan untuk menonton film. Awalnya kami berencana untuk menonton film horor yang berjudul "Pabrik Gula," namun karena keterbatasan usia, kami akhirnya berubah pikiran untuk menonton film lain saja. Di sana kami dibingungkan oleh dua pilihan film yaitu "Qodrat 2" atau "Komang." Karena film "Komang" isinya tentang percintaan, dan tak satupun dari kami ingin menonton film romance pada saat itu, akhirnya kami sepakat untuk menonton film Qodrat 2. Qodrat 2 merupakan film horor religi 2025 yang disutradarai oleh Charles Gozali. Film ini merupakan sekuel dari film Qodrat tahun 2022. Jujur awalnya kami sama sekali tidak berekspektasi tinggi terhadap film ini, karena film ini kami pilih sebagai pilihan terakhir, bukan tujuan awal.  Dibagian awal film ini, ditampilkan di mana tokoh utama yaitu Azizah yang diperankan oleh Acha Septriasa sedang tidur kemudian ia...