Langsung ke konten utama

Plotnya pelan tapi mematikan—Review jujur Catatan Pembunuhan Sang Novelis

 Buku yang ingin saya bahas kali ini adalah sebuah novel terjemahan Jepang berjudul "Catatan Pembunuhanan Sang Novelis" karya Keigo Higashino. Keigo Higashino adalah salah satu penulis novel misteri terkenal asal Jepang. Lahir pada tahun 1958, Keigo dikenal luas berkat karya-karyanya yang cerdas dan penuh teka-teki, yang sering menggabungkan psikologi dan plot yang rumit. Catatan Pembunuhan Sang Novelis adalah salah satu karyanya yang menampilkan sisi unik dari profesi penulis sekaligus kisah pembunuhan penuh. Saya sangat menyukai novel-novel karya Keigo Higashino, selain novel "Catatan Pembunuhanan Sang Novelis" karya lain Keigo Higashino yang sudah saya baca ada "Toko Kelontong Namiya" dan "Pembunuhan di Nihonbasi." Alasan saya menyukai karya-karya dari Keigo karena beliau menyuguhkan novel yang membuat kita sebagai pembaca harus bertindak seakan detektif yang harus memecahkan jalan keluar dari tokoh dalam ceritanya.


Cerita ini menceritakan tentang Nonoguchi, seorang novelis terkenal yang menjadi tersangka pembunuhan. Yang bikin menarik dari novel ini terletak pada tokoh utamanya yaitu Nonoguchi. Jika kebanyakan novel misteri berusaha mencari siapa pelaku pembunuhan atau dalang di balik pembunuhannya. Novel ini justru mengajak pembaca mencari tahu apa motif sebenarnya dari sang pelaku. Jadi, pada awal cerita kita sebagai pembaca sudah bisa menebak siapa pembunuhnya. Namun, motif dari pembunuhan tersebut yang membuat detektif dan pembaca menerka-nerka.


Nonoguchi selaku novelis terkenal menjadi tersangka atas dugaan pembunuhan, Namun ia tidak ingin mengakui alasan di balik pembunuhan yang dia lakukan. Detektif Kaga yang bertugas untuk menyelidiki kasus tersebut curiga bahwa alasan Nonoguchi membunuh temannya sendiri yang merupakan seorang novelis adalah karena Nonoguchi mencuri naskah yang ditulis oleh temannya dan mengklaim bahwa karya tersebut miliknya.


Motif pembunuhan yang dilakukan Nonoguchi diduga karena rasa dendam dan cemburu masa lalu. Nonoguchi dulu temenan sama si korban, yaitu Hidaka, waktu masih sekolah. Tapi ternyata, dia ngerasa hidupnya selalu ada di bawah bayang-bayang Hidaka, baik dari segi karier, cinta, maupun pengakuan. Hidaka sukses jadi novelis terkenal, sementara Nonoguchi ngerasa dia gagal dan disalahpahami. Jadi bisa dibilang, alasan Nonoguchi membunuh temannya sendiri yaitu Hidaka karena dia ingin merusak citra Hidaka sebagai novelis, Nonoguchi berbohong kepada detektif, dia mengatakan bahwa Hidaka mencuri naskah yang dia buat, padahal sebenarnya kebalikannya. 


Kelebihan yang ada pada Novel : 

Salah satu hal paling keren dari novel ini adalah ide ceritanya yang sangat unik. Keigo selaku penulis berhasil membuat pembaca terkecoh dan turut berpikir atas rumit nya kasus tersebut. Nonoguchi mengakui bahwa dia lah yang membunuh temannya sendiri. Namun, dia tidak ingin memberi tahu alasan mengapa dia membunuh temannya sendiri. 

Keigo berhasil menyajikan sisi psikologi pelaku dan korban dengan sangat rapi, sehingga cerita terasa hidup dan realistis.


Plot twist yang disuguhkan juga tidak asal-asalan, semuanya terasa masuk akal dan bikin pembaca terus menebak-nebak.


Sedikit catatan.

Meskipun begitu, ada beberapa bagian yang mungkin bikin pembaca mikir cukup keras, terutama soal detail penyelidikan dan analisis sang novelis. Jadi, novel ini sangat cocok buat yang memang suka cerita detektif yang penuh dengan teka-teki dan bukan sekadar cerita ringan.


Tanggapan pribadi saya tentang Catatan Pembunuhan Sang Novelis

Waktu pertama baca buku ini, saya merasa agak bingung di awal karena alurnya nggak langsung ngasih tahu siapa pelaku atau motifnya. Tapi justru hal tersebut yang bikin saya terus penasaran dan nggak bisa berhenti baca. 


Yang paling menarik dari buku ini menurut saya adalah gimana penulis mempermainkan persepsi kita. Kita diajak percaya sama satu versi cerita, tapi ternyata semua itu cuma manipulasi tokoh utama, Nonoguchi. Dia bukan cuma penulis, tapi juga dalang pembunuhan, dan dia pintar banget membentuk narasi supaya keliatan dia nggak bersalah. Itu plot twist yang bikin saya atau mungkin pembaca emosi dengan tokoh Nonoguchi yang terkesan manipulatif.


Sekian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendapat saya setelah nonton film Qodrat 2 : ini bukan sekadar film horor biasa

Minggu, 6 April 2025. Saya dan beberapa teman saya pergi ke salah satu bioskop, di sana kami memutuskan untuk menonton film. Awalnya kami berencana untuk menonton film horor yang berjudul "Pabrik Gula," namun karena keterbatasan usia, kami akhirnya berubah pikiran untuk menonton film lain saja. Di sana kami dibingungkan oleh dua pilihan film yaitu "Qodrat 2" atau "Komang." Karena film "Komang" isinya tentang percintaan, dan tak satupun dari kami ingin menonton film romance pada saat itu, akhirnya kami sepakat untuk menonton film Qodrat 2. Qodrat 2 merupakan film horor religi 2025 yang disutradarai oleh Charles Gozali. Film ini merupakan sekuel dari film Qodrat tahun 2022. Jujur awalnya kami sama sekali tidak berekspektasi tinggi terhadap film ini, karena film ini kami pilih sebagai pilihan terakhir, bukan tujuan awal.  Dibagian awal film ini, ditampilkan di mana tokoh utama yaitu Azizah yang diperankan oleh Acha Septriasa sedang tidur kemudian ia...

Essay : Hustle Culture

Ketika kita scroll TikTok atau Instagram terus nemu video yang isinya orang bangun jam 4 pagi, olahraga, kerja dari pagi sampai malam, minum kopi tanpa henti, terus bilang “inilah cara menuju kesuksesan”? awalnya saya nonton sambil manggut-manggut, semacam termotivasi. Tapi lama-lama kok saya malah ngerasa capek ya? Kayak... apakah hidup harus sesibuk itu biar dianggap produktif? Sebagai mahasiswa, saya cukup sering ngerasa terbebani sama standar-standar produktivitas yang nggak masuk akal. Di grup WhatsApp kelas, misalnya, kalau ada yang update tugas jam 2 pagi, ada yang langsung bilang “wah keren banget, semangat ya”. Padahal, dalam hati saya mikir, “Keren dari mananya? dia ngorbanin tidur loh.” Saya jadi inget momen di mana saya menunda makan atau istirahat hanya untuk mengerjakan tugas. Menunda makan, menunda istirahat, semua demi dianggap ‘anak rajin’. Makin ke sini, istilah “tidur 4 jam demi sukses” atau “kerja keras dulu, healing nanti” tuh udah jadi mantra. Kayak semacam budaya...