Sebuah mobil berukuran sedang berhenti tepat dihalaman rumah yang bercat orange, saya dan ibu saya segera menaiki mobil itu. Sebelum berangkat saya dan ibu saya berpamitan kepada Ayah dan dua adik laki-laki saya yang tidak bisa ikut kami berdua. Tujuan saya dan ibu saya pada saat itu adalah pergi ke pelabuhan yang ada di Batam, kami akan menuju Kota Tanjung Pinang.
"Kalo boleh tau mau ngapain ke pelabuhan Bu?" tanya sopir itu ke ibu saya yang kemudian langsung dijawab oleh ibu saya "mau ngantarin anak saya mau ikut tes masuk perguruan tinggi (UTBK)"
Dari basa basi tersebut, obrolan antara ibu saya dengan sopir itu mulai berlanjut, mulai dari sopir itu yang menceritakan pengalamannya kuliahnya, dilanjut oleh ibu saya yang juga menceritakan cita-cita masa lalunya, entahlah. Saya tidak terlalu peduli dengan percakapan itu karena fokus pikiran saya adalah "lolos UTBK gak ya?" itu, hanya itu. Singkat cerita, kami sampai di pelabuhan dan sopir itu sempat mendoakan saya supaya saya lolos UTBK, "Aamiin" kata saya dalam hati.
Perjalanan kami berlanjut dengan menaiki kapal ferry, perjalanan dari Batam ke Tanjung Pinang sekitar satu jam, dan sesampainya di pelabuhan Tanjung Pinang saya dan ibu saya menaiki taksi yang mangkal di pelabuhan itu, kesan pertama saya terhadap Tanjung Pinang kala itu adalah "gilaaa rame banget!" dan saya merasa lucu melihat bahasa yang digunakan warga sana karena mereka menggunakan bahasa melayu, rasanya kayak masuk ke kampung upin-ipin. Saya dan ibu saya naik taksi untuk mencari penginapan yang letaknya dengan lokasi UTBK saya, kami dibantu oleh sopir taksi itu untuk memilih tempat penginapan karena saya dan ibu saya tidak terlalu tau daerah sana. Sejujurnya saya sudah pernah ke Tanjung Pinang sebelumnya, namun saat itu saya masih kecil jadi tidak banyak yang saya ingat.
Karena jadwal UTBK saya pagi, jadi ibu saya meminta tolong kepada sopir taksi tadi itu untuk mengantar kami lagi besok paginya, karena mustahil rasanya mencari taksi di pagi buta. Singkat cerita saya dan ibu saya berisitirahat sebentar di penginapan tersebut kemudian di malam harinya saya dan ibu saya mengelilingi kota Tanjung Pinang untuk refreshing. Besok paginya UTBK tapi malamnya saya malah jalan-jalan bukan belajar, tidak untuk ditiru. Tidak banyak yang saya dan ibu saya kunjungi malam itu karena keterbatasan waktu, awalnya kami memutuskan untuk sholat magrib di salah satu masjid di sana, Masjidnya sangat indah, bersih, dan nyaman. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan dengan makan disuatu tempat dengan latar pemandangan langit yang masih orange keungu-unguann karena habis magrib, jujur waktu itu langitnya cakep banget, banyak bintang dan ungunya cantik banget. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke salah satu jembatan indah di Tanjung Pinang yaitu jembatan dompak.
Jembatan Dompak termasuk jembatan terpanjang di Kepulauan Riau. Selain itu, termasuk salah satu yang terpanjang di Indonesia. Membentang sepanjang 1,5 Kilometer, Jembatan Dompak Tanjungpinang termasuk yang terpanjang kedua setelah Jembatan Nasional Suramadu. Jembatan Dompak berdiri kokoh dengan fondasi kuat yang berada di dasar laut yang memisahkan dua pulau. Jembatan megah yang terletak di Tanjungpinang ini, menghubungkan dua pulau di Kepulauan Riau yaitu Pulau Bintan dan Pulau Dompak.
Sumber : kontenfoto.com
Setelah puas berkeliling, saya berisitirahat kembali di penginapan dan mulai belajar sedikit untuk persiapan UTBK saya. Singkat cerita setelah UTBK saya dan ibu saya berjalan-jalan lagi, yang saya suka dari Tanjung Pinang adalah otak-otaknya. Otak-otak yang saya maksud bukan otak bagian tubuh manusia tapi makanan. Makanan khas Nusantara yang terbuat dari ikan yang dihaluskan dan dicampur dengan rempah-rempah, kemudian dibungkus dengan daun pisang atau daun kelapa dan dimasak dengan cara dikukus atau dipanggang. Teksturnya yang lembut dan rasanya yang gurih membuat otak-otak menjadi camilan yang populer.
Minimal sekali seumur hidup kalian harus coba otak-otak khas Tanjung Pinang.
Karena masih ada waktu, saya dan ibu saya memutuskan untuk pergi ke Pulau Penyengat yang di mana pulau tersebut tidak terlalu jauh dari Tanjung Pinang. Pulau Penyengat bukan sekadar destinasi wisata biasa. Pulau kecil yang terletak di perairan Tanjungpinang, Kepulauan Riau ini menyimpan jejak sejarah yang besar, terutama bagi kebudayaan Melayu.
Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Tanjungpinang menggunakan pompong, atau perahu yang menjadi transportasi utama warga setempat. Perjalanan dengan pompong ini membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Pelabuhan yang biasa digunakan untuk menuju Pulau Penyengat adalah Pelabuhan Kuning Pelantar Penyengat.
Tujuan utama kami adalah Masjid Raya Sultan Riau, yang berdiri megah dan mencolok dengan warna kuning keemasan dan hijau muda. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol penting peradaban Islam dan budaya Melayu. Saya sempat terkesima karena konon masjid ini dibangun menggunakan campuran putih telur, kapur, dan pasir laut, tanpa semen seperti sekarang, namun tetap kokoh selama ratusan tahun.
Saat itu tidak banyak orang, jadi saya dan ibu saya duduk sebentar di dalam masjid nya sehabis sholat dzuhur.
Sebelum pulang, saya sempat membeli tanjak, yaitu penutup kepala khas Melayu sebagai oleh-oleh untuk ayah saya di rumah. Tidak banyak yang kami kunjungi karena hari mulai sore, dan kami harus kembali pulang.
Meskipun hanya mampir sebentar, perjalanan ke Pulau Penyengat setelah UTBK menjadi jeda yang menyegarkan bagi saya.
Sekian.
Komentar
Posting Komentar